trouble maker
“Lo beneran gak papa nih main pergi aja?”
Jun bertanya pada adik kelasnya yang sudah mengenakan helm dan jaket bersiap meninggalkan area sekolah.
“Santai bang guru guru udah pada pulang.”
Seokmin menyalakan mesin motornya membuat Jun mau tak mau ikut saja karena sekolah juga sudah sepi pasti guru guru sudah pada pulang kan?
Tapi baru saja mereka akan meninggalkan parkiran seorang wanita paruh baya membawa penggaris kayu yang diagungkan tepat di depan Seokmin.
“Mau kemana kamu?”
“Loh pulang lah buk, kan udah jam pulang sekolah.”
“Enak aja main pulang pulang. Kamu itu masih punya tugas yang belum selesai. Hukuman kamu masih belum kamu lakukan Seokmin!!!”
Sepertinya keberuntungan sedang tidak berpihak padanya. Seokmin tidak bisa melawan, jika dia memilih kabur maka siap siap saja kena semprot orang tuanya karena harus dipanggil ke sekolah ‘lagi’.
Jun sudah pergi bersama yang lainnya sedangkan Seokmin tengah berjalan dibelakang sang guru. Bu Dian selaku guru konseling yang sehari hari selalu dibuat naik darah oleh Seokmin.
Pasti ada saja laporan entah dari siswa, guru atau warga sekolah yang protes tentang kelakuan anak didiknya alias Lee Seokmin siswa kelas 11 IPS 3.
“Bu jangan suruh nyikat wc lagi ya, punggung saya pegel.”
Celoteh Seokmin dengan santai. Memang tidak punya sopan santun ini anak satu.
“Nggak, saya gak akan suruh kamu sikat wc lagi.”
“Hhuu syukur deh, trus hukuman saya apa dong bu?”
“Nanti juga kamu tau.”
Setelah itu Seokmin tidak bertanya lagi. Dia bukan orang yang suka kepo kepo amat apalagi soal hukuman yang setiap hari menjadi rutinitasnya?
Langkahnya berhenti didepan pintu perpustakaan. Seokmin sudah wanti wanti jangan sampai dia di suruh angkat angkat buku untuk dibawa ke gudang.
“Ayok masuk jangan bengong disitu” Ujar Bu Dian membuyarkan lamunan Seokmin.
Jam sekolah sudah berakhir 1 jam lalu begitupun perpustakaan yang tadi di pintunya sudah bertuliskan ‘closed’.
“Hukuman kamu kali ini cuma beresin buku buku lama trus masukin ke gardus. Serinya kamu bisa liat di sini. Jangan salah loh ya pokoknya kalo belum selesai belum boleh pulang.”
“Loh emangnya ibu mau nungguin saya di sini sampe selesai?”
“Gak usah banyak tanya pokoknya kalo belum selesai belum boleh pulang. Awas kalo kamu kabur orang tua kamu ibu panggil buat dateng ke sekolah lagi.”
Hanya helaan nafas kasar yang bisa Seokmin lakukan melihat Bu Dian yang berbalik keluar perpustakaan menyisakan dirinya seorang diri di sana.
“Hadeh tidur bentar gak papa kali ya?”
Seokmin berjalan ke pojok perpustakaan tempat buku buku sejarah dan ensiklopedia yang jarang sekali disentuh oleh pengunjung perpustakaan.
Merebahkan dirinya berbantlkan tangan rasa kantuk mulai menyerang, Seokmin memejamkan matanya berniat untuk tidur sebentar.
Hingga...
Brughh
Suara itu membangunkan tidurnya. Seokmin langsung terduduk berusaha mengumpulkan nyawa.
Ia merogoh saku seragamnya mencari keberadaan ponsel yang sialnya tidak ada disana.
“Aasstt pala gue gak papa kan ini?”
Samar-samar Seokmin mendengar suara seseorang di sana. Ia menengok kanan kiri. Hari sudah mulai petang, Seokmin ketiduran sampai lupa waktu.
Penerangan perpustakaan juga hanya lampu remang remang di setiap sudut membuatnya sedikit merasa takut apalagi setelah mendengar suara orang? tadi.
Ia berjalan perlahan melewati rak rak buku sambil mengintip kearah sumber suara yang ternyata ada seorang siswa lain tengah duduk sambil menggerutu tidak jelas.
“Woii!!!”
“HAH SAPA LO?! LA NGAPAIN LO DISINI? LO SETAN YA!!!”
— — —
“Ya trus sekarang kita mau gimana dong?”
Siapapun tolong Seokmin karena ia sudah bosan mendengarkan pertanyaan sama dari laki-laki tadi yang ternyata juga merupakan kakak kelasnya.
“Bisa gak sih lo diem aja gitu?”
“Emang lo gak takut dicariin sama orang tua lo anaknya belum pulang karena kekunci di perpustakaan?”
“Lagian lo juga ngapain udah jam pulang malah disini?”
“Harusnya gue yang nanya lo ngapin di sini?”
“Gue? Gue dihukum.”
“Ya udah sama aja berarti.”
Keduanya diam. Sama sama tidak tau apa yang harus mereka lakukan. Jika kalian bertanya di mana ponsel mereka maka jawabannya milik seokmin tertinggal di tas dan tasnya berada di motor sedangkan milik si laki laki satunya sudah habis bateri dan tidak membawa charger.
Hanya suara jangkrik diluar dan detak jarum jam yang mereka dengar diantara kesunyian yang tengah melanda.
“Nama lo siapa?”
Seokmin yang bertanya. Dia bosan harus diam saja tanpa ada percakapan.
“Joshua. Joshua Hong.”
Jawab si lawan bicara yang juga sama sama bosan saling diam diaman.
Seokmin menoleh memperhatikan Shua dari atas hingga bawah membuat yang di perhatikan merasa risih dan tidak enak juga.
“Ngapain liat liat?”
“Lo kapten basket kan? Jisoo? Hong Jisoo.”
Yang namanya di sebut itu sedikit terkejut. Pasalnya sangat jarang teman teman SMA yang memanggilnya dengan nama ‘jisoo' dimana itu adalah nama panggilannya di rumah hanya orang rumah dan saudara yang tau.
“Lo- lo tau dari mana nama asli gue?”
“Mau tau aja apa mau tau banget nih?”
“Gue serius yaa, lo tau dari mana nama gue Hong Jisoo?”
“Assa kena juga lo.”
Jisoo menjadi takut sendiri mengetahui Seokmin yang memicingkan mata dengan bibir tersungging. Seperti psychopath yang menemukan targetnya untuk dijadikan korban?
“Kenapa? Apa? Gausah liatin gue!!!”
“Gue punya mata ya buat liatin lo.”
“Jangan macem-macem ya gue bisa taekwondo!”
“Gue juga bisa silat.”
Jisoo melotot mendapati Seokmin yang malah mendekatkan diri kearahnya dan refleks membuat Jisoo langsung menyilangkan tangan di depan dada.
“Ngaku lo kenapa bisa disini?”
“Gu- gue udah bilang kan tadi, gue dihukum.”
“Ah masa kapten tim basket di hukum?”
“Lo gak percaya ya udah minggir kalo gitu.”
Bukan Seokmin namanya jika larangan adalah perintah. Semakin disuruh menjauh semakin Seokmin mendekat pada Jisoo yang posisinya kini terhimpit antara rak dan tubuh Seokmin.
Sial. Jisoo tidak bisa kemana mana lagi sekarang. Tubuhnya sudah terkunci dan Seokmin yang semakin kurang ajar lebih mendekatkan tubuh dan wajah mereka.
Dapat Jisoo rasakan hembusan nafas lembut menerpa wajahnya. Memejamkan matanya rapat dan terus merapalkan doa semoga Seokmin tidak akan macam macam padanya.
“Soo...”
Suara lembut itu tepat berada didepan wajah Jisoo dan Jisoo yakin Seokmin benar-benar mengikis jarak diantara wajah mereka.
“Jisoo-”
Bugh
“Asuu!!!”
“Ah darah itu idung lo berdarah!!!”
“LU NGAPAIN PUKUL GUE PAKE KAMUS ANJING!!!”
“Y-ya lo ngapain juga deket deket gue tadi?!”
“AAISSHH YA BANTUIN ELAH CARIIN TISUE KEK”
“Sabar!!! ini juga lagi nyari.”
Dan malam itu perpustakaan sekolah menjadi saksi awal kisah cinta mereka dimulai. Dimulai? Kok bisa?
Sebenarnya Hong Jisoo itu sama sama langgan BK. 11/12 seperti Seokmin tapi kalo Seokmin karena dia yang sering bikin ulah dan keributan sedangkan Jisoo sering bolos kelas dan terlambat ke sekolah.
Keduanya sama sama sering bertemu, harusnya. Tapi Jisoo itu tipikal orang kalo salah ya tanggung jawab tidak seperti Seokmin nego nego mulu dikira belanja di pasar ya?
Jadi setiap Seokmin di ruang BK dia tau Jisoo ada di ruangan sebelahnya dan sebenarnya juga Seokmin sudah menyimpan perasaan pada kakak kelasnya ini dari waktu jaman MOS dulu.
Apakah sekarang waktu yang tepat bagi si biang kerok sekolah untuk menyatakan perasaannya pada si anak urakan yang sama sama langgan BK?