lepas kendali

matchawcoffe
5 min readMar 4, 2024

“Apa apaan dengan biaya yang tidak seberapa itu? Perusahaan saya itu perusahaan besar!!!”

Sudah lebih dari 3 jam rapat itu berlangsung. Seokmin memijit pangkal hidungnya karena pusing sendiri sedari tadi mereka terus berdebat mempermasalahkan soal ini itu yang katanya tidak sesuai.

Ini sudah lebih dari jam yang disepakati, jengah rasanya menyaksikan drama adu mulut didepannya.

“Maaf ya pak tapi kesepakatan itu sudah tertulis di kontrak. Bapak sudah menandatangani kontrak tersebut berarti bapak setuju.” Hyeri bersuara sambil menyerahnya selembar kertas didepan client mereka.

“Ya saya tidak mau tau pokoknya saya tidak setuju dengan harga yang kalian berikan!!!”

“Tapi bapak sudah menyetujui kontrak kemarin dan sudah ada tanda tangan bapak disini.”

“Halah perusahaan kecil saja layanannya seperti ini. Mana yang orang orang bilang kalian melayani sepenuh hati yang ada darah tinggi saya lama lama di sini-”
brak

Jun langsung menoleh kearah sumber suara pun dengan yang lain. Hening seketika kala Seokmin memukul keras meja panjang didepannya. Bising sekali tadi ruangan tersebut.

“Tanpa mengurangi rasa hormat, saya selaku pimpinan disini memutuskan untuk menghentikan kerja sama dengan perusahaan anda.

Semua kerugian dari segi modal dan sebagainya akan kami kembalikan sepenuhnya kepada anda. Jadi saya mohong dengan sangat agar anda segera pergi dari sini. Saya akhiri rapat malam ini, sekian.”

Si sekertaris tau dan paham bosnya bukan tipikal orang yang akan marah meledak ledak. Tapi jika Seokmin sudah pada mode mengintimidasi seperti ini berarti laki-laki itu memang tengah tersulut emosi.

Was was akan terjadi keributan juga akhirnya para client mereka keluar dari ruang rapat satu persatu menyisakan Seokmin dan Jun disana.

“Seok?”

“Jangan ajak gue ngomong. gue mau balik sekarang.”

“Gue anter yaa?”

“Gak usah kan ada supir.”

“Tapi...”

“Gue gakpapa Jun.”

Hanya sampai di sini yang bisa Jun usahakan dan tidak bisa ia ganggu gugat selain mengiyakan titah sang atasan menatap punggung si bos yang kemudian hilang di balik pintu ruangan tersebut.

Rasanya lelah, suntuk, marah dan pusing tentunya. Beberapa hari isi kepala Seokmin sangat penuh dan brantakan.

Mungkin efek dari ia yang terlalu sibuk bekerja ditambah kejadian si manis yang jatuh dari tangga seperti menambah beban pikirannya.

“Tuan... kita sudah sampai" Sang supir menolah kebelakang memastikan tuannya masih terjaga. Seokmin melamun sepanjang perjalanan pulang dan tanpa ia sadari ternyata sudah sampai di rumah.

Pukul 20.30 dan yang ada dipikirkan Seokmin sekarang hanyalah mandi kemudian pergi tidur. Tidak terpikir untuk makan malam karena tubuhnya sudah sangat ingin diistirahatkan.

“Omiin...” Si manis berlari dari arah dapur memeluk tubuh suaminya.

“Mbul aku mau mandi dulu yaa.”

“Huum Sooie siapin baju buat Omiin kalo gitu.”

“Setelahnya mereka beriringan menuju kamar. Seokmin mandi sedangkan si manis tengah membereskan barang barang milik suaminya.

“Omiin besok berarti bisa yaa kita ke pameran?" Ujar si manis saat mendapati suaminya baru keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah.

“Aku nggak bisa janji mbul.”

“Kalo gitu berarti lusa gimana?” Lagi lagi si manis bertanya. Kali ini sambil menuntun sang suami untuk duduk ditepian kasur kemudian mengambil alih handuk untuk membantu mengeringkan rambut suaminya dengan satu tangan.

“Belum tau mbul aku masih belum bisa janji...”

“Hung padahal Sooie pengen kesana.”

“Lagian tangan kamu juga masih pake kaya gitu, disana banyak orang mbul ngga takut ada yang gak sengaja lewat terus tangannya kena. Nanti kenapa napa lagi.”

“Tapi Omiin ini cuma ada setahun sekali dan cuma di minggu ini, dulu dulu bubun ndak pernah ngasih izin Sooie buat dateng ke sana.”

Ada raut sedih juga kecewa karena walaupun sang suami tidak mengatakan ia melarangnya tapi ucapannya tadi adalah sebuah larangan dan penolakan dalam bahasa yang halus.

“Aku minggu ini beneran lagi sibuk banget sayang, tapi aku bakal izinin kalo kamu mau perginya sama Wonwoo. Gimana?”

“Nonu aja pergina sama Migu.”

Si manis meletakkan handuk tadi asal kemudian pergi dari hadapan Seokmin menuju sisi seberang kasurnya bersiap untuk tidur.

“Kapan sih kamu bisa ngertiin aku? berkali kali aku yang harus terus nurutin semua kemauan kamu.”

Jisoo kaget. Dia yang baru akan membaringkan tubuhnya itu kembali mengurungkan niatnya mendengar ucapan sang suami.

“Maksud Omiin apa...”

“Aku juga punya hak disini buat sebuah kemauan. Tau posisi aku sebagai kepala keluarga tapi gak gini caranya. Cape aku dikit dikit harus ngikutin apa yang kamu mau.”

“Tapi kan...”

“Iya itu emang hak kamu. Tapi ngertiin aku juga sekali kali. Kalo aku bilang ngga ya engga, jangan malah kamu makin terkesan maksa kayak tadi.”

“Omiin marah sama Sooie soal yang tadi? Sooie minta maaf kalo gitu.” Si manis bangkit berjalan tergopoh ke hadapan suaminya.

“Aku gak cuma lagi bahas yang tadi. Aku lagi bahas semuanya, semua yang kamu selalu minta dan harus selalu diturutin sama aku.

Aku paham kamu anak tunggal dan selalu dapetin apa yang kamu mau dari kecil. Tapi itu dulu, dulu sebelum kamu nikah sama aku.

Sekarang kamu udah nikah tolong hargai aku juga sebagai suami kamu. Ubah cara berpikir kamu. Kita berdua udah berumah tangga.

Kita bukan lagi anak tunggal yang semua bisa kita minta. Kita udah punya kehidupan baru sekarang jangan apa apa semau kamu sendiri.”

“Jadi selama ini Sooie nyusahin omiin gitu?”

“Aku nggak bilang kamu nyusahin. Aku cuma bilang tolong ubah pola pikir kamu. Hargai aku juga, ngeriin aku juga. Kita sekarang udah jadi keluarga.”

“Kenapa Omiin ndak bilang ke Sooie kalo Sooie cuma nyusahin Omiin aja?”

“Emang kalo aku bilang, kamu bakal bisa apa apa sendiri?!”

“Jangan bentak Sooie!!!”

Teriakan si manis seperti sebuah alarm yang membangunkan Seokmin dari tidurnya. Seokmin baru sadar dengan apa yang dia lakukan tapi masih belum sepenuhnya sadar dengan apa yang ia katakan barusan.

Adu mulut yang terkesan saling meninggikan suara adalah pertama kali dalam rumah tangga mereka. Seokmin saja baru kali pertama melihat si manis yang marahnya sampai berteriak seperti tadi.

Wajahnya mendongak mendapati wajah si lawan bicara sudah merah padam dan mata yang berkaca kaca. Tangan kanan si manis juga mengepal begitu erat.

“Mbul...”

Pecah sudah tangisnya dan dengan segera Seokmin merengkuh tubuh mungil Jisoonya yang kaku dan bergetar.

Si manis terus saja menangis tanpa membalas pelukan suaminya. Ia malah menangis semakin kencang kala Seokmin terus begumam maaf sambil pengecupi pucuk kepalanya.

Hingga akhirnya Jisoo tertidur dalam pelukan Seokmin dengan posisi masih berdiri mungkin karena lelah menangis.
Sang suami akhirnya dengan hati hati mengangkat tubuh Jisoonya untuk ia baringkan di kasur tak lupa menghapus jejak air mata pada wajah si manis.

Kesalahannya yang terulang. Seokmin kembali lepas kendali seperti dulu. Ia tidak sadar sudah membentak Jisoo. Salahkan Seokmin masih tersulut emosi karena kejadian di kantor tadi.

“Maaf mbul aku ngga niat bentak kamu tadi.”

Hanya itu yang bisa Seokmin ucapkan sebelum akhirnya ikut tidur sambil memeluk si kesayangan dengan rasa penyesalan dihatinya. Semoga besok pagi keduanya akan berbaikan dan saling memaafkan juga tentunya.

--

--

No responses yet