ketika kamu pergi
Malam semakin larut tapi Jisoo masih belum beranjak dari ruang tengah, pasalnya ia tengah menunggu kepulauan sang suami yang katanya ada lembur malam ini.
“Meong” Oshiin yang tadi sedang tidur tiba-tiba bangun dan mendusal, memposisikan tubuhnya untuk meringkuk disebelah tempat si manis duduk.
“Hhh Omiin kenapa masih belum pulang sih, Sooie udah ngantuk,” Gumamnya. Tak lama ponselnya berbunyi menandakan ada panggilan masuk bertuliskan nama 'omiin' disana. Buru-buru si manis mengangkatnya.
“Hallo? Omiin dimana? Kok belum pulang? Masih banyak kerjaan ya?” Serentetan pertanyaan terlontar.
“Sayang tenang dulu astaga... Satu-satu kalo mau nanya.”
“Ya abisna Omiin kenapa masih belum pulang?” Jisoo memanyunkan bibir walaupun sang suami tidak melihatnya.
“Maaf ya cantik, sebentar lagi aku pulang kok. Mbul udah ngantuk yaa?”
“Huum tapi Sooie mau nungguin Omiin pulang.”
“Kamu tidur dulu aja mbul, aku udah selesai kok tinggal beres beres terus langsung pulang.”
“Ndak mau, Sooie bakal tungguin Omiin sampe Omiin pulang kerumah pokokna.” Nada suaranya sedikit menuntut.
“Ya udah tapi kalo mbul udah ngantuk tidur aja yaa,”
“Huum,”
“Aku udah di lift mau ke parkiran”
“Omiin hati hati ya pulangna...”
“Iya sayang”
“Love you Omiin”
“Love you too mbul...”
Panggilan dimatikan sepihak. Jisoo meletakkan kembali ponselnya dan memindahkan Oshiin yang semula di sebelahnya menjadi dipangku. Tidak ada yang dipikirin oleh si manis selain sang suami yang sudah dalam perjalanan pulang kerumah.
Memang belakangan ini Seokmin sering lembur dan pulang malam.
Sang suami bilang kantor sedang mengalami penurunan saham sehingga para karyawan benar benar bekerja ekstra untuk mengembalikan kembali keadaan. Hingga tanpa sadar, perlahan si manis memejamkan matanya. Rasa kantuk yang tiba-tiba datang membuat matanya terasa berat bahkan untuk kembali terjaga rasanya susah.
Dan akhirnya dengan posisi duduk di sofa sambil memangku Oshiin, Jisoo terlelap. Kepalanya tertunduk dan usapan pada tubuh Oshiin berhenti.
“Omiin?” Entah berapa lama si manis tertidur, ia segera mengecek ponselnya melihat jam menunjukkan pukul 22.30 serta lebih dari 20 panggilan tak terjawab dari Wonwoo, Mingyu, Soonyoung juga Seungcheol.
Suara gemersak hujan diluar menyadarkannya. Si manis tidak mendapati keberadaan sang suami di rumah. Ia segera bangkit berlari ke teras dan nihil, tidak ada mobil yang terparkir di garasi.
“Meong” Suara Oshiin mengalihkan atensi Jisoo. Ia kembali masuk kedalam rumah ternyata ponselnya berbunyi tapi kali ini bukan Mingyu, Soonyoung atau Seungcheol melainkan Wonwoo. Ada apa gerangan hingga Wonwoo menelfonnya selarut ini?
“Hallo Nonu?”
“....”
Tidak ada yang menjawab di sana, tapi samar samar Jisoo mendengar suara percakapan orang yang seperti sedang berdebat tapi tidak terlalu jelas karena suara hujan yang semakin lebat di luar.
“Nu? Hallo Nonu? Kenapa yaa?”
“....” Masih tidak ada sahutan tapi suara percakapan orang kembali Jisoo dengan secara samar. Ada apa ini sebenarnya? Si manis mematikan sambungan teleponnya. Ia kemudian mencari nomor seseorang yang tengah di tunggu kepulangannya, siapa lagi jika bukan sang suami.
‘Maaf nomor yang anda tuju sedang tidak aktif’
Jisoo terdiam. Jantungnya tiba-tiba berdegup dengan kencang merasakan perasaan yang sangat aneh. Atmosfer disekitarnya mendadak berubah saat kembali ponselnya berbunyi dan nama Mingyu tertera disana.
“H-hallo?”
“Kak mbul? Udah tidur yaa?” Itu bukan suara Mingyu, melainkan Wonwoo.
“Nonu?”
“Kak mbul udah tidur?” Suara Wonwoo terdengar seperti orang yang tengah panik namun juga ditahan.
“S-Sooie tadi ketiduran, anu itu kenapa tadi Nonu telfon Sooie? Migu juga ada telfon Sooie, kenapa?” Jisoo masih berusaha untuk tetap tenang walaupun sebenarnya ia merasakan perasaan yang tidak karuan.
“Aku sama kak Gyu lagi ke tempat kakak, kakak tunggu aja dirumah ya-”
“Emangna ada apa Nu?”
“Kakak tunggu aja kita sebentar lagi sampe kok, okey?”
“I-iyaa Nonu hati-hati yaa”
“Iyaa kak mbul tunggu yaaa”
Setelah panggilan berkahir si manis kembali terdiam. Perasaannya semakin tidak enak seperti ada sesuatu yang mengganjal dihatinya, tapi ia tidak tau ada apa sebenarnya. Tak lama mobil Mingyu sudah sampai didepan rumah milik Seokmin. Hujan juga semakin deras membuatnya kesusahan untuk membuka gerbang rumah tersebut.
“Kakak tunggu disini aja, biar aku yang masuk.” Ucap Wonwoo sambil mengambil payung di kursi belakang. Mendapat persetujuan dari yang lebih tua, Wonwoo turun untuk menjemput Jisoo yang masih berada di dalam rumah.
“Kak mbul ini Wonwoo!!!” Teriaknya kenceng karena hujan pasti meredam suaranya. Pintu terbuka menampakkan sosok Jisoo yang terlihat bingung karena ia sama sekali tidak tau menahu tenang apa yang terjadi sekarang.
“Nonu-”
“Jaket pake jaket kak. diluar dingin soalnya.” Ucap Wonwoo sebelum Jisoo menyelesaikan kalimatnya.
“Sebentar, Sooie ambil di kamar.” Balas si manis. Tak lama Jisoo kembali sudah sambil mengenakan jaketnya.
“Sekarang kakak ikut aku yaa”
“Kemana Nu?”
“Ikut aja, Oshiin gakpapa kan ditinggal?” Si manis hanya membalas dengan anggukan, maka kemudian keduanya keluar rumah tak lupa Jisoo mengunci pintu dan bersama dengan Wonwoo mereka berjalan beriringan menuju mobil yang terparkir di luar.
“Udah kak ayo berangkat.” Kata Wonwoo singkat.
Jisoo masih tidak tau ada apa sebenarnya. Ia sedari tadi seperti tidak diizinkan bertanya oleh Wonwoo, bahkan Mingyu membawa mobilnya dalam diam. Dalam hati Jisoo berdo’a semoga kejadian buruk tidak menimpa siapapun yang ia kenal. Jisoo juga terus berharap pada tuhan jika semuanya akan baik-baik saja. Semoga...
“Kak,” Suara Wonwoo memecah keheningan.
“Iya Nu?”
“Aku boleh ngomong sesuatu ngga sama kakak?” Kedua tangan Jisoo diraih untuk di genggam.
“Ngomong apa?”
“Apapun yang nanti kakak liat disana, kakak gak boleh nangis yaa.” Jantung Jisoo semakin berdegup kencang.
“K-kenapa? Emangna kenapa Sooie ndak boleh nangis?" Suara Jisoo sudah mulai bergetar. Pikirannya sudah berkelana memikirkan hal buruk menimpa keluarganya.
“Kakak harus kuat pokoknya.” Tidak. Jangan suruh Jisoo berpikir positif sekarang apalagi menyadari mobil Mingyu memasuki area rumah sakit. Ada apa sebenarnya? Kenapa harus rumah sakit? Siapa yang sakit?
Genggaman tangannya pada Wonwoo seketika mengerat. Jisoo menggigit bibir bawahnya ketika mereka sudah sampai di lobby ugd rumah sakit.
“Janji yaa kakak harus kuat pokoknya” Kata-kata itu semakin terngiang dikepala Jisoo. Ada apa ini sebenarnya, kenapa Wonwoo terus menyuruhnya untuk tetap kuat.
“Bunda? Mamih?” Gumam si manis saat netranya mendapati keberadaan bunda dan mamihnya. mereka menangis?
“Bang Seungcheol,” Panggil Mingyu.
Semua netra tertuju padanya, lebih tepatnya tertuju kepada Jisoo. Laki-laki manis yang tubuhnya dibalut jaket berjalan dengan pelan mendekat ke arah anggota keluarganya. Bundanya, ayahnya, mamih dan papih. Tapi dimana suaminya?
“O-omiin mana?” Bukan jawaban yang ia terima, melainkan rangkulan sang ayah. Tuan Hong memeluk putranya erat, mengelus punggungnya sambil terisak.
“A-yah... Omiin d-imana?” Jisoo benar benar tidak tau situasi saat ini. Ia bingung harus apa? Pertanyaannya tidak ada yang menjawab tapi bunda dan mamahnya malah semakin menangis histeris bahkan sang ayah tidak kunjung melepaskan pelukannya.
“A-yahh a-yahh Omiin kenapa??? Ayah Omiin Omiin kenapa ayaahhh.” Jisoo meraung di pelukan ayahnya. Sekujur tubuhnya terasa lemas yang bisa ia lakukan hanya menangis sambil terus menyebut nama suaminya.
“Ayahh- ayahh Omiin kenapa ayaahhh, omiin kenapa?!!!” Wonwoo yang sedari tadi menahan diri untuk tidak menangis pun kini ikut menangis melihat keadaan Jisoo yang terus meraung menanyakan apa yang sebenarnya terjadi pada suaminya.
“Sooie... Sooie dengerin ayah, Sooie tenang dulu okey?”
“Omiin kenapa ayah???”
“Sooie tenang dulu, Sooie harus sabar. Masih banyak yang sayang sama Sooie, ada ayah ada bunda, ada mamih sama papih, ada temen temen Sooie...”
“Ayah... Omiin kenapa, kenapa Sooie tanya ndak ada yang jawab? Bunda... Papih.... Mamih.... Omiin kenapa jawab Sooie!!!” Tetap tidak ada yang membalas. Semua disana membisu hanya terisak dan mengusap wajahnya kasar.
“Sooie mau ketemu Omiin, ayah...”
“Nanti yaa nanti kita ketemu Seokmin,”
“Sooie mau sekarang, kasihan Omiin pasti nungguin Sooie.”
“Sooie sayang dengerin ayah. Sooie tenang dulu...”
“Tapi Sooie pengen ketemu sama Omiin ayahhh!!!”
“Sooie, Sooie sayang liat bunda. Sooie liat bunda sayang.” Sang bunda menangkup kedua pipi putranya. Ia menghapus jejak air mata yang sudah membawahi pipi si manis.
“Bunda...”
“Biarin Seokmin pergi ya sayang, biar Seokmin ngga ngerasain sakit lagi. Sooie ikhlasin yaa? Tuhan sayang banget sama Seokmin. Sooie ngga boleh sedih, Sooie harus kuat Sooie harus tegar.
Banyak disini yang sayang sama Sooie. Dengerin bunda, Sooie ngga akan sendirian. Sooie punya bunda, punya ayah, punya mamih, punya papih, Sooie juga punya teman-teman.
Hey, Sooie liat mamih sayang. Percaya sama Tuhan, karena Tuhan sudah menyiapkan sesuatu yang lebih baik buat Sooie di mana depan. Sooie boleh sedih, tapi jangan berlarut. Sooie paham maksud bunda?”
“Omiin....” Seketika semuanya menjadi gelap, tubuhnya juga melemas bahkan kakinya tidak bisa menopang berat tubuhnya. Jisoo pingsan?
“Hiks, Omiin....”
Remang remang cahaya masuk kedalam indra pengelihatannya. Jisoo terbangun tapi ia merasa familiar dan ternyata memang benar, si manis terbangun dan kini berada di kamarnya. Itu tadi mimpi? atau nyata?
“Sooie mimpi buruk?” Gumamnya.
Dejavu saat menyadari diluar sedang hujan deras dan jam menunjukkan pukul 22.30 waktu yang sama seperti di mimpi Jisoo barusan.
“Omiin, Omiin dimana? Huh Omiin belum pulang? Omiin masih belum pulang?” Si manis bergegas beranjak dari kasur berjalan cepat keluar dari kamar. Situasinya benar-bener mirip dengan mimpinya tapi Jisoo tidak ingin mimpinya tadi menjadi nyata.
“Omiin...”
Kakinya terus melangkah entah kemana menelusuri rumah yang entah kenapa membawa Jisoo menuju ruang kerja sang suami. Pintunya terbuka sedikit memberikan celah kecil cahaya dari dalam ke luar. Jisoo melihat ruang kerja sang suami lampunya menyala. Apakah ada orang didalamnya?
Dan ketika tangannya mendorong pintu tersebut, si manis langsung terduduk lemas di lantai dengan mata yang berkaca-kaca mendapati sang suami tengah fokus pada laptopnya.
“Loh mbul kebangun yaa?”
“Omiin...”
“Eh sayang, kamu kenapa?”
“Hiks Omiin...” Seokmin buru-buru beranjak ikut berjongkok didepan si manis untuk menyamakan tingginya.
“Mbul kenapa nangis?”
“Omiin jangan tinggalin Sooie!!!” Pecah sudah tangisan Jisoo didalam pelukan suaminya.
Ia masih takut mimpi buruk tadi terlihat begitu nyata bahkan sangat nyata baginya. Pelukannya sangat erat terkesan tidak ingin dilepaskan.
“Sayang kamu kenapa hmm?”
“Omiin jangan pergi kemana mana, jangan tinggalin Sooie yaa. Omiin harus terus sama Sooie” Ujarnya masih sambil menangis.
Disinilah mereka, duduk di sofa ruang kerja Seokmin dengan si manis yang berada di pangkuan suaminya. Ia masih tidak mau melepaskan pelukannya, Jisoo sangat takut untuk melepaskannya.
“Ssttt udah yaa jangan nangis lagi...” Tangan sang suami mengelus pelan punggung Jisoonya.
“Mbul mimpi buruk yaa?” Anggukan kecil Seokmin rasakan dipundaknya.
“Cuma mimpi buruk sayang, pasti kamu kecapean atau tadi sebelum tidur ngga baca doa dulu yaa?”
“Omiin...”
“Boleh lepas dulu peluknya? Kalo ngobrol sama orang kan harus liat orangnya mbul,” Suara Seokmin terdengar begitu lembut.
Perlahan si manis melepaskan pelukannya dan menjauhkan tubuhnya. Wajah berantakan, hidung merah dan mata sembab adalah pemandangan yang pertama kali Seokmin liat.
“Mimpinya jelek banget yaa sampe mbul nangis kaya gini hmm?”
“Sooie mimpi Omiin pergi.” Tangan Seokmin yang tadi tengah membenarkan poni si manis berhenti seketika.
“Pergi?”
“Omiin pergi ninggalin Sooie, ninggalin mamih, papih, yayah, bubun sama yang lain. Omiin jahat di mimpi Sooie, ndak mau bangun, ndak mau peluk Sooie.” Jisoo kembali meneteskan air mata.
“Sttt kok nangis lagi. Mbul kan cuma mimpi sayang-”
“Tapi itu keliatan nyata buat Sooie,” keduanya terdiam. “Omiin jangan tinggalin Sooie yaa” Lanjut si manis pelan tapi terdengar begitu serius.
“Huh? Iya sayang aku ngga akan ninggalin kamu”
“Omiin janji yaa bakal sama Sooie terus”
“Iya mbul sayang...” Tubuh si manis ditarik kembali masuk kedalam pelukannya. Sambil mengelus dan menepuk-nepuk pelan punggung Jisoonya.
“Aku ngga akan kemana-mana, kan udah janji bakal kemana-mana sama mbul. Aku ngga akan ninggalin mbul, mbul harus ikut kemanapun aku pergi. Iya kan?” Kembali anggukan kecil di bahunya Seokmin rasakan.
“Omiin... Sooie ngantuk...” Cicit si manis.
“Kita balik ke kamar?”
“Tapi Omiin temenin Sooie, jangan pergi lagi”
“Iyaa sayangku” Ujar seokmin seraya menggendong koala tubuh si manis membawanya kembali ke kamar dan menemaninya tidur hingga dirinya ikut terlelap.